Catatan Perjalanan Gunung Tua

thumbnail

Sebenarnya saya sudah bisa membuat “analisa awal” dan “kesimpulan dini” terkait Dapunta Hyang dan Minangan Tamwan setelah menelusuri Candi Bahal I, II, III dan Binanga di Gunung Tua, Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. Ada satu lagi identifikasi lokasi Dapunta Hyang dan Minangan Tamwan menurut para ahli yang belum saya telusuri secara mendalam, yakni Candi Muara Takus Kabupaten Kampar Riau, bisa saja saya tebak dari lietaratur dan kondisi geografis yang memang tempat main saya semasa kuliah, namun itu menjadi tidak sempurna, kalau tidak, saya langsung turun menelusuri. Sengaja Candi Muara Takus saya akhirkan saja, karena bisa kapan saja saya telusuri, kaji menurunlah karena dekat. Sayang saja rasanya tidak saya selesaikan project ini, sebab naskah saya sudah dibilang 40% sudah terkumpul dan tercatat, setidaknya saya sudah mencatat apa yang saya telusuri dan saya lihat, terlepas dari salah dan benarnya terpulang dari keterbatasan dan kemampuan saya dalam berbuat.

Tapi, ada yang menyentuh saya. Ketika saya bertanya sama Guru, Ustad, Dosen Abdul Sadad (Dosen AP FISIP UNRI). Ada saran Ustad saya bilang ? dalam komentar Face Book, beliau balas, “Jangan lupa masa depan”. Saya balas dikomentar Face Book, “Masa lalu terlalu indah Ustad” hehe, sambil bercanda. Sekali lagi, saran beliau itu sangat menyentuh dan menggugah hati kecil nurani saya, ya mengingat saya ini, secara karir sangat stagnan sekali, belum tersertifikasi, fungsional yang itu-itu saja, tidak ada progress untuk paper nasional maupun international (sinta dan scopus), tidak terpikir untuk jenjang pendidikan lanjut (walaupun dulu pernah sudah mencoba scholarship India ICCR, tapi belum reski, semua dokumen dan paspor sudah siap) dan lain-lain. Sepertinya saya harus mempertimbangkan saran beliau kedepannya, karena saya tidak punya apa-apa selain keluarga (istri dan anak-anak masih kecil) yang setia bersama dan menemani saya selama ini, mereka tidak menuntut apa-apa diluar kesanggupan saya. Boleh dibilang, ini karena kegiatan saya yang pakai biaya pribadi (non sponsor), namun saya yakin dan percaya, ini akan berharga kedepan untuk “mereka”, minimal saya sudah mewariskan catatan nantinya untuk meraka baca dan kenang, ayahnya sudah berbuat untuk “mereka” dan secara pribadi bagi saya kondisi ini tiada mengapa.

Back To Topic, meskipun saya sudah hampir selesai menelusuri project ini, tapi saya belum berasa sempurna, kalau belum mengunjungi beberapa situs terkait, untuk kelengkapannya. Seperti, saya harus kembali ke Prasasti Suruaso Batu Sangkar, berkunjung ke Prasasti Karang Berahi Merangin Jambi, Prasasti Palay Pesemah Lampung Selatan, ke Palembang dan Jambi, mesti semuanya bisa saya abaikan (skip), namun bagi saya ini jadi penting, bukan karena di situ ada Dapunta Hyang dan Minanga Tamwan, tapi karena itu menjadi pelengkap catatan saya.

Semoga bisa saya selesaikan, semua ini dengan cepat dan mudah dengan izin Allah Swt dan bisa pula saya fokus dengan catatan masa depan saya yang disarankan Sang Guru, Ustad Dosen saya tadi, untunglah semua ini saya lakukan karena semata kesukaan, kecintaan dan hobi dengan kesejarahan.

#DapuntaHyang #MinangaTamwan      

 

AKHANDALAPURA : PUSAT KERAJAAN SRIWIJAYA SEBELUM ABAD 682 M BERADA DI BATANG KUANTAN : BERKISAR PADA ABAD 4-5 M

thumbnail

AKHANDALAPURA : PUSAT KERAJAAN SRIWIJAYA SEBELUM ABAD 682 M BERADA DI BATANG KUANTAN : BERKISAR PADA ABAD 4-5 M

Ditengarai kuat dan penuh keyakinan setelah melihat (ekspedisi Batang Kuantan) penulis lakukan dan hasil pelacakan dari terjemahan Prasasti Melayu Kuno Sojomerto Jawa Tengah, Prasasti Palas Pasemah Lampung Selatan, Prasasti Kedukan Bukit Palembang, Prasasti Karang Brahi Jambi Hulu dan Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka.

Hasil terjemahan Prasasti Sojomerto dapat dilihat :

1.    “………….”

2.    “…………”

3.    Penghormatan kepada Siwa

4.    Bhatara Parameswa

5.    Dan semua Dewa yang saya hormati

6.    Hyan Mih

7.    Yang Mulia Dapunta Selendra

8.    Santana. Adalah nama ayahnya

9.    Bhadrawati. Adalah nama ibunya

10.     Sampula. Adalah nama Yang Mulia Selendra (Boechari, 2012 : 353)

Berat dugaan dengan keyakinan penuh, jika Daputa Selendra adalah orang Indonesia asli bukan dari Imigran India dan Funan yang berada di Sungai Mekong, meskipun Prasasti ini ditemukan di Jawa Tengah namun secara garis keturunan Dapunta Selendra memiliki garis keturunan buyutnya berada di Sumatera (ini nanti akan diuraikan pada berikutnya bahwa Dapunta Selendra, buyutnya Dapunta Hyang berada di Batang Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi berkisar Abad 4-5 M).

Bukti kuat dan dianggap shahih dari jalur yang jelas, beberapa bukti yang menunjukan Dapunta Hyang buyutnya Dapunta Selendra pernah berada dan berpusat di Batang Kuantan berkisar pada Abad 4-5 M sebelum Abad 682 M berasal dari terjemahan Prasasti Palas Pasemah Lampung Selatan, bukti kuat dan meyakinkan itu antara lain :

1. Berita dan rekaman (record) dari Yijing’s cendikiawan alim ulama dari Cina. Yijing’s menyebutkan lokasi Ibu Kota Sriwijaya sebelum Abad 682 M berada di Batang Kuantan, yang terletak sekitar 0,5° S. Secara sederhana dapat diartikan wilayah yang berada pada garis Khatulistiwa atau garis Equotor (dapat dilihat keterangan lebih jelas pada terjemahan Prasasti Palas Pasemah oleh Boechari).

2.  Pembuktian di Hulu Batang Kuantan dapat ditemukan sisa-sisa Candi Budha yang berasal dari Abad 7 M, ini dapat dilihat pada bukti situs di Sangau, Lubuk Jambi Kuantan Singingi, penulis sudah menelusuri situs ini akan tetapi belum melakukan kajian mendalam apakah benar Candi Budha pada Abad 7 atau bukan. Namun pada kesempatan lain Hamka menyebutkan di Solok Sumatera Barat ditemukan Patung Budha bertarikh 600 M diyakini oleh Hamka sebagai cikal bakal Kerajaan Sriwijaya (Sah Li Foh) dari Kerajaan Sambojaya (San Foh Sji) yang secara geografis berada di Hulu Batang Kuantan (dapat dilihat keterangan ini pada buku : Hamka, 2016, Sejarah Umat Islam Pra Kenabian Hingga Islam Di Nusantara, Jakarta, Gema Insani). Nantinya juga penulis uraikan berdasarkan pendekatan Minana/Minanga.

3.   Pada Prasasti Palas Pasemah Lampung Selatan, baris ke 9 ada kata “inan” yang kemudian diterjemahkan sebagai kata empati yakni “nian”. Ini juga bukti kuat, satu-satunya daerah di Kabupaten Kuantan Singingi yang memakai kata “nian” ini hanyalah daerah Cerenti. Sedangkan di Palembang dan Jambi sudah lumrah.

4.  Tidak adanya Prasasti yang disebutkan di atas tadi (Prasasti Melayu Kuno Sojomerto Jawa Tengah, Prasasti Palas Pasemah Lampung Selatan, Prasasti Kedukan Bukit Palembang, Prasasti Karang Brahi Jambi Hulu dan Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka) berisi kutukan terhadap Kuantan sebagai tanda daerah itu telah ditaklukkan. Sedangkan daerah Palembang, Jambi dan Lampung pernah di Kutuk lewat Prasasti tersebut.

5.  Pada Prasasti Palas Pasemah Lampung Selatan terjemahannya disebutkan Dapunta Hyang menaklukkan daerah yang berawalan “ma” yang diartikan sebagai Japura ada sisa kotanya di Hilir Batang Kuantan tepatnya di Sungai Indra Giri, atau ditengarai sebagai Kota Lam Tanjung Pinang atau Kota Lama di Rokan Hulu bekas kerajaan Rokan Darussalam atau bisa jadi Pamalayu Dhamasraya, sebab dari alur Batang Kuantan ini memang strategis untuk penaklukkan daerah tersebut.  

6. Pada Prasasti Palas Pasemah Lampung Selatan ada kata “Tandrun Luah” yang diartikan sebagai kata Jin, Roh Sungai atau Air. Alias hantu air yang sebutannya sebagai “Bunduang” oleh orang Kuantan.

7.   Jalur Batang Kuantan yang strategis dalam penaklukkan nantinya ke Palembang, Jambi dan Kedah lewat Sungai Indragiri ini yang akan kita lihat dengan pendekatan Minana/Minanga.

Ekpedisi Bukit Sigarutang/Siguntang Inuman Kuantan Singingi

Kemiripan nama atau memang benar ini adalah bukit asli asal Dapunta Hyang tentu masih menjadi tanda tanya besar. Namun bisa jadi, dulunya ini bernama Siguntang karena perubahan dialek bahasa yang sekian lama dan pelatnya lidah orang sekitar Kuantan berubah menjadi sebutan Sigaruntang, sama pula yang diyakini orang India bahwa Dewa Brahmana adalah Ibrahim juga karena perubahan dialek bahasa India, juga Saradevi yang berasal dari Sarah istrinya Nabi Ibrahim.

Setelah menelusuri Bukit Sigaruntang/Siguntang Inuman, penulis agak meragukan bukit ini sebgai pusat keberadaan Dapunta Hyang, karena tak terdengar ada kegiatan Rara Suci, Kili Suci atau pertapaan dan moksanya keturunan Dapunta Hyang seperti yang telah dimaklumi raja-raj di Jawa. Selanjutnya secara geografis atau letaknya sangat bertentangan sekali dengan kebiasaan kerajaan yang ada di Sumatera yakni “Kerajaan Menepi” berada di daerah aliran sungai (DAS), sebab bukit ini berjarak 5-6 KM dari Batang Kuantan, berbeda dengan Bukit Siguntang yang ada di Palembang hanya berjaran sekitar 1 KM dari Sungai Musi. Kebanyakan kerajaan (umumnya) yang ada di Pulau Sumatera disebut sebagai kerajaan menepi, karena letaknya yang dekat-berdekatan dengan aliran sungai, ini yang dimaksud dengan letak kerajaan menepi. Tentunya berbeda dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Jawa yang disebut dengan kerajaan menggunung, karena kerajaan itu berada di atas pergunungan.

Kerajaan menepi, meskipun tak sama seperti kerajaan yang ada di Pulau Jawa yang menggunung. Ini disebabkan karena keadaan alam yang memang antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa berbeda. Keadaan alam di Pulau Sumatera kebanyakan dihukum oleh aliran-aliran sungai, sehingga membentuk pemukiman penduduk yang terbentang sepanjang aliran sungai. Kondisi ini pula yang menghukum, pada suatu pembentukan pemukiman penduduk. Namun kondisi ini tidak pula menjadi suatu hambatan, malah dengan kondisi seperti ini akan membuat suatu pemukiman penduduk dan dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya menjadi lancar. Aliran batang sungai, nantinya akan mereka mamfaatkan sebagai jalur transfortasi mengangkut hasil bumi dalam skala kecil maupun besar, kekayaan yang tersimpan dalam aliran sungai dapat pula mereka mamfaatkan sebagai bahan kehidupan baik ikan maupun yang lain terkandung di dalamnya, bisa pula mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mandi, cuci dan kakus serta mudah pula dalam membuat sistem perairan pertanian.

Itulah kenapa, kerajaan yang ada dipinggiran aliran sungai alias kerajaan menepi ini secara kehidupan mereka tergolong pada kerajaan yang sejahtera dan makmur-makmur, karena dalam pemenuhan hajat hidup rakyat banyak para Raja tidak perlu berpikir keras karena sudah tersedia dan hanya memamfaatkannya secara baik saja. Untuk lokasi yang menjadi titik pusat berdirinya kerajaan atau pusat pemerintahan, maka dicarikan pula pada aliran sungai itu sebidang tanah nan luas lagi baik dan terbaik posisinya dari tanah-tanah yang ada, lapang, terbebas dari pada banjir akan tiba, jauh dari jangkaun musuh yang akan menyerang dari jalur air. Secara keadaan tentu harus tanah terbaik inilah buat kerajaan, agar Raja terhindar dari marabahaya, sebab Raja simbol kemakmuran rakyat kala itu, sebaigaiman konsep “koto” pada era setelahnya.

Namun begitu penulis tidak menapikkan temuan yang didapat pada penelusuran ini, yakni disebutkan di atas atas Bukit Sigaruntang/Siguntang ini dulunya ada pendekar yang berkepala manusia berbadan gajah, apakah benar-benar berbadan gajah atau badan fisiknya sebesar gajah sebab secara mitos Kuantan dulunya diyakini betul para pendekar itu memiliki fisik yang aneh seperti dikenal dengan “Datuk Lebar Dado”. Temuan ini sejalan dengan informasi yang penulis dapatkan yakni ada Dapunta Hyang VI yang bernama Yayagajah Indra Brahman barangkali ini, namun belum dapat penulis pastikan.

Temuan selanjutya penulis dapatkan tepatnya di Gunung Melintang berjarak sekitar 3 KM dari Bukit Sigaruntang/Siguntang ini, disebutkan ada Makam Niniek Panjang yang juga sejalan dengan mitos orang Kuantan memiliki keanehan fisik, Makam Niniek Panjang ini dari leher sampai ke kaki sepanjang 6 M, sedangkan kepalanya dimakamkan di seberang Cerenti tepatnya di Desa Pulau Jambu sekarang, satu-satunya desa yang berada di seberang Cerenti yang dekat dengan Lubuk Cerana/Cerano yang nanti kita bahas. Niniek Panjang “bapatikal : berpesan : wasiat” jika ia meninggal kuburkan dari leher sampai ke kaki di Gunung Melintang dan kepalanya di makamkan di seberang Cerenti. Tambo ini “barangkali” menurut penulis sebagai keyakinan adanya Candi peninggalan Budha bertarikh Abad 7 M yakni Candi Pulau Jambu yang telah di eskavasi oleh Universitas Sumatera Utara dan Universitas Jambi, jika boleh penulis sampaikan ini berkemungkinan Munggu : Gundukan Bukit boleh ditelusuri tambonya, dan barangkali pula Niniek Panjang ini adalah Dapunta Hyang. (Belum penulis telusuri secara mendalam).

Ekpedisi Lubuk Cerana/Cerano Cerenti Kuantan Singingi

Lubuk Cerana/Cerano diyakini betul sebagai Minana/Minanga tempat bertolaknya Dapunta Hyang melakukan ekpedisi penaklukkan Palembang dan Lampung Selatan selanjutya menaklukkan Moelayou (Jambi). Berdasarkan cerita rakyat setempat, di Lubuk Cerana ini ada kapal Cina tenggelam membawa begitu banyak harta karun, kemungkinan ini adalah Kapal Yijing’s dari Cina itu, sebab pada beritanya Yijing’s pernah bermukim di Minanga selam 6 bulan.

Berikut keterangan terkait Lubuk Cerana yang dikatakan sebagai Minanga :

Pada sebuah hari kesebelas dari bagian cerah Bulan Waiskha tahun 604 Saka (23 April 682 M), Dapunta Hyang memohon keberkahan atas kapal ekspedisi penaklukannya ke Marialap Siddhayarta, seperti festivalnya Budha. Kemungkinan pengambilan keberkahan ini ke Hulu Batang Kuantan, terlintas betapa pentingnya kemudian untuk menaklukkan daerah ini yang berada di selatan kerajaannya sebagai penghasil komoditas perdagangan khususnya lada, berat kemungkinan ini adalah Kerajaan Sambojaya (San Foh Sji) di Solok Sumatera Barat. Hari ketujuh dari bagian cerah dari Bulan Jyestha (19 Mei 682 M) Dapunta Hyang berangkat dari Minanga. Pendapat R.A Kern bahwa Minanga adalah muara sungai musi nama Muara Tamban yang disebut Minanga Tamwan. Poerbatjaraka menyebut Tamwan sebagai padanan pertemuan lamuan yang diyakininya sebagai daerah Minangkabau atau Kampar. Slamet Muljana mengidentifikasi Minanga adalah kota Binanga sekarang yang ada di sungai Barumun Sumatera Utara. Adapun G. Cardes mengungkapkan Minanga sebagai muara sungai Mekong di Funan dan Tamwan dikatakan sebagai etnis. Adapun pendapat Boechari sendiri mengatkan dan ini sebagai pendapat yang paling penulis sukai Minanga adalah Muara atau Kuala padanan dari pertemuan 2 sungai sedangkan Tamwan Boechari mengartikannya sebagai arti kata sementara. (Boechari, 2012 : 373-374).

Minanga adalah Kuantan, sebab di hilirnya sungai Indra Giri tak tauh dari Lubuk Cerana sudah berbatas langsung dengan sungai Indra Giri, bertemulah dua aliran sungai bermuara atau berkuala, selain itu dua sungai ini sangat strategis untuk jalur penaklukan.

Dapunta Hyang berangkat dari Minanga yakni Batang Kuantan dengan bergerak membawa pasukan sebanyak 20.000 orang. Memang Kuantan tak dapat menandingi daerah sepanjang aliran Kampar, Batanghari dan Musi, namun ini belum dilakukan survey arkeolog secara terencana. Stupa Muara Takus diperkirakan dari Abad 8 M oleh Boechari namun ia meyakini Muara Takus dibungkus oleh bangunan yang lebih tua tak dikethaui tanggalnya, ada kemungkinan Muara Takus ada beberapa kali direnovasi pada zamannya ada pula nama Desa Minanga di daerah sebelah timur Bangkinang. Namun dari banyak sekian pendapat dan alira sungai yang ada itu, tak lain yang paling strategis adalah Batang Kuantan jika dilihat ekpedisi penaklukan yang dilakukan oleh Dapunta Hyang, sebab lama perjalanan dari Minanga ke Palembang 28 hari baik ke utara, ke selatan atau ke barat, dari Batang Kuantan inilah dapat ditempuh dengan jarak tersebut.

Lokasi dimana Minanga sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum Abad 682 M yang paling mungkin adalah Lubuk Cerana ini dan berita Cina yang menyebut sebagai Kerajaan Gantuoli dimana Yijing’s pernah bermukim dan di Lubuk Cerana. Kabar ini bisa kita identifikasi sebagai Kerajaan Akhandalapura yang disebutkan dalam Prasasti Ratu Baka di selatan Prambanan (Prasasti Haralinga) berasal dari Abad 856 M diman Rakai Walain Pu Kumbhayoni mengklaim dirinya sebagai keturunan suci dari Akhandalapura.

Nama Kerajaan Akhandalapura hemat penulis tidaklah mutlak untuk kita pakai, bisa saja kita menamakannya sebagai Kerajaan Taluk karena secara sejarahnya kerajaan ini sebagai penakluk daerah-daerah lainnya, sebab kata Taluk merupakan padanan dari Takluk yang diyakini para sejarah kita, artinya kita adalah penakluk bukan daerah yang ditaklukkan, selepas ini semua barulah Dapunta Hyang melakukan pemekaran wilyah Ibukotanya ke Muara Jambi Abad 6 akhir dan seterusnya memekarkan lagi pada Abad 7 awal di Palembang. Begitulah nasab yang penulis yakini secara shahih dari literatur dan bukti-bukti yang ada dari Abad 4-5 M. Untuk sekelas peradaban yang bisa dibaca Abad 4-5 M kita sudah sangat hebat sekali khususnya di Batang Kuantan, apakah sebelum Abad 4-5 M kita sudah ada penduduk asli di Batang Kuantan kemungkinan iya adanya, namun secara peradaban baru penulis baca berkisar di Abad 4-5 M.

Sumber :

1.  Boechari, 2012, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti : Tracing Ancient Indonesia History Through Inscription, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia.

2.  Hamka, 2016, Sejarah Umat Islam Pra Kenabian Hingga Islam Di Nusantara, Jakarta, Gema Insani.

Wallahualam Bissawab  

 

 

 

 

Kerajaan Di Hulu Batang Kuantan, Ada Yang Menyebutnya KANDIS Dan DHAMNA Namun Nama Pasti Belum Dapat Kedudukannya

thumbnail

Alsar Andri Dosen Universitas Islam Kuantan Singingi

Ketika terjadi peristiwa air bah banjir nan besar sekali pada zaman Nabi Nuh As yang terjadi sekitar 3.400 SM diperkirakan terjadinya 6.000 tahun yang lalu, suatu riwayat menerangkan air bah ini menenggelamkan semua permukaan bumi (banjir global) dengan dalil Qs. Nuh : 26-27.

Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat kafir”. Qs. Nuh : 26-27.

Penjelasan pada dalil ini yang mengatakan membinasakan seluruh orang kafir di muka bumi merupakan dalil bahwa banjir ini memang banjir besar (global). Namun di sisi lainnya ada pula para ahli berpendapat banjir pada massa Nabi Nuh As ini hanya banjir lokal semata, menenggelamkan sekompok pada penduduknya meliputi wilayah Mesopotamia yakni wilayah Turki, Iran dan Rusia.

Pada waktu air bah melanda, Nabi Nuh As berseru kepada anaknya Qs. Hud : 42.

“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir". Qs. Hud : 42.

Riwayat menjelaskan yang dimaksud “Nuh memanggil anaknya” adalah Qanaan, adapula riwayat lain menyebutkan anaknya bernama Yam. Sedangkan anak Nabi Nuh yang ikut serta beliau yakni Sam, Ham dan Yafits. Ketiga anak cucu Nabi Nuh As inilah yang kelak melanjutkan keturunan. Qs. Ash-Shaffaat : 77.

“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan”. Qs. Ash-Shaffaat : 77.

Diriwayatkan dari sahabat Samurah bahwasanya Nabi Muhammad Saw bersabda :

“Sam adalah kakek moyang orang Arab, Ham adalah kakek moyang Orang  Habsy dan Yafits adalah kakek moyang orang Romawi”.

Ham adalah kakek moyang orang Habsy yakni Ethiopia, Afrika dan Asia, boleh dikata kita yang berada di Asia ini adalah keturunannya Ham Bin Nuh. Berarti nantinya dari silsililah keturunan bisa diatrik terus ke atas kerajaan yang ada di hulu batang Kuantan itu dari anak cucunya Nabi Nuh yang bernama Ham Bin Nuh.

Plato (427-347 SM) pernah menukilkan ada kehidupan pada massa jauh sekali, terkadang anggapan Plato ini dianggap dongeng belaka namun tak sedikit pula yang membenarkan, kehidupan itu bernama Atlantis. Atlantis merupakan negeri yang makmur kehidupannya, termegah, termaju pada zamanya makmur dan sejahteralah, ini gambaran dari kehidupan Atlantis itu, tiada gambaran kehidupan yang semakmur Atlantis dibanding dengan negeri-negeri yang ada pada zamanya, begitulah Atlantis.

Banyak para peneliti, dari AS dan yang agak popular Prof. Arysio Nunes do Santos asal Brazil, pendapat para ahli ini kecenderungan mereka menyebutkan Atlantis yang hilang itu merujuk kepada Indonesia dengan berbagai ciri-ciri yang telah ditetapkan salah satunya adalah berpulau-pulau. Prof. Umar Anggara Jenny (Kepala LIPI Periode 2002-2010) beranggapan sisa terpenting dari Atlantis adalah Kepulaun Riau yakni Kabupaten Natuna. Ada semacam kecendrungan lagi dan mulai mengerucut bahwasannya Atlantis itu merujuk ke Indonesia, Indonesia merujuk ke Kepulaun Riau dan adapula mneyatakan di Riau, sedangkan Riau mengerucut ke Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi mengerucut ke Kecamatan Kuantan Mudik Lubuk Jambi.

Apa benar ? Kabupaten Kuantan Singingi Kecamatan Kuantan Mudik Lubuk Jambi merupakan bekas dari pada Atlantis yang hilang disebut Plato itu ? memang mewah, ranggilah berarti Kabupaten Kuantan Singingi ini, negeri yang dulu tentram, aman damai sentosa makmur sejahtera pula. Tepat pula lokasi yang dirujuk itu pada satu kehidupan yang nyata adanya terdapak situs peninggalan kerajaan di hulu batang kuantan ada yang menyebutnya Kerajaan Kandis dan adapula yang menyebutnya Kerajaan Dhamna, ada pendapat mengatakan adanya kerajaan ini sejak abad 1 SM dan adapula pada abad 7 M semasa Kerajaan Sriwijaya, namun semua itu belum tentu kedudukan pastinya.

Namun dirasa tak ada kekeliruan yang jauh melenceng dengan perujukan Atlantis yang hilang itu kepada Kabupaten Kuantan Singingi Kecamatan Lubuk Jambi, disitu memang ada situs peninggalan kerajaan yang konon dikabarkan begitu makmur dan sejahtera, kubah kerajaannya yang besar dan megah terbuat semuanya dari lapisan emas sehingga dipercayai emas yang banyak di aliran sungai batang kuantan itu merupakan sedikit dari serpihan kubah emas megah tersebut hingga batang kuantan menjadi lokasi aktivitas dompeng emas yang ramai sekrang ini tak habis-habisnya pula karena memang sifat emas di Kabupaten Kuantan Singingi adalah aliran emas alluvial membentang sepanjang aliran batang kuantan. Secara geografis, dulu sebelum meyatu menjadi bukit dan gunung-gunung tinggi menjulang-julang bukit barisan itu, geografis itu pulau pula. Dikabarkan pula Atlantis itu hilang diakibatkan letusan gunung berapi nan besar sangat, sama pula itu keadaan sekarang geografis yang ada.

Itulan sekelumit gambaran keraajaan yang ada di hulu batang kuantan. Bersambung dan sampai di sini saja, ini merupakan awalan naskah tentang kerajaan yang ada di hulu batang kuantan. Semoga tersusun selesai ditahun 2021.

Amin       


Tentang Administrasi Pertama Kali Dalam Islam

thumbnail

Ada beberapa istilah merujuk pada administrasi seperti kata Yudabbiru. KataYudabbiru terdapat dalam Al-Quran, beberapa kali kata Yudabbiru dinukilkan, salah satunya dalam Qs Yunus (10) Ayat 3.

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur (Yudabbiru) segala urusan……….” Qs Yunus (10) Ayat 3.

Kata Yudabbiru merupakan deviasi dari kata dabbara (mengatur). Namun Yudabbiru diartikan secara luas adalah mengarahkan, mengelola, melaksanakan, menjalankan, mengatur atau mengurusi. Namun kata ini (Yudabbiru) serasa lebih tepat disematkan pada istilah Piagam Madinah konstitusi (aturan) awal bernegara di Madinah pada massa Rasulullah Saw mengatur tatanan kehidupan kala itu, sedangkan untuk administrasi yang berkaitan catat mencatat, tulis menulis agaknya masih kurang tepat.

Lantas kapan ? administrasi benar-benar dikenal dan langsung dipraktekkan secara teknis oleh Islam ? Yapzh, pada zaman Khulafaur Rasyidin Umar Ibnu Khaththab r.a. Istilah administrasi pada waktu itu dikenal dengan DIWAN. Ada dua versi terkait kata diwan. Pertama : suatu hari Raja Kisra mengecek sekretaris Negara (sekretaris : kegiatan yang melekat dekat dengan administrasi) namun mereka menulis sambil berdiri, lalu Raja berkata “Diwanuh ayyi majjanin” (tempat duduknya gratis). Keren betul kata Raja ini terhadap sekretarisnya, langsung menyentuh dasar administrasi “kursi dan meja” sebagimana lanjutnya kegiatan ini disebut dengan birokrasi “bureau  dalam bahas Prancis yang berarti “meja kursi kantor”. Kedua : kata diwan dalam bahasa Persia yakni nama untuk setan. Sekretaris negaranya dipanggil dengan nama ini (diwan) karena kejelian mereka dalam menangani berbagai urusan, bak jeli dan hebatnya setan dalam menjalankan tugasnya menggoda anak adam, begitulah hendaknya keprofesionalan seorang sekretaris.

Terus ? apa yang menjadi inspirasi Khulafaur Rasyidin Umar Ibnu Khaththab r.a membuat diwan dalam pemerintahannya ? sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al Ahkam Al Sulthaniyah Imam Al-Mawardi menukilkan sebagai berikut :

Para ulama berbeda pendapat faktor yang melatarbelakangi Umar Ibnu Khaththab r.a membuat diwan (administrasi). Sekelompok dari mereka berkata, “Faktor yang melatarbelakanginya adalah suatu hari Abu Hurairah r.a menghadap Umar Ibnu Khaththab r.a dengan membawa sejumlah uang dari Bahrain. Umar Ibnu Khaththab r.a bertanya kepada Abu Hurairah : ‘Berapa jumlah uang yang engkau bawa ?’ Abu Hurairah menjawab : ‘Aku membawa 500 ribu dirham. ‘Umar Ibnu Khaththab r.a menganggap uang tersebut sangat banyak kemudian ia berkata : ‘Tahukah engkau berapa perinciannya ?’ Abu Hurairah berkata : “Ya, 100 ribu dirham sebanyak lima kali’. Umar Ibnu Khaththab r.a berkata : ‘Apakah uang sebanyak itu bisa terkontrol dengan baik ?’ Abu Hurairah berkata : ‘Aku tidak tahu’. Umar Ibnu Khaththab r.a kemudian naik mimbar. Setelah memuji kepada Allah dan menyanjung-Nya, ia berkata : ‘Wahai manusia, sungguh telah datang kepada kita uang dalam jumlah yang banyak. Jika kalian mau, kami akan takar uang itu untuk kalian dan jika kalian mau, kami akan hitung uang itu untuk kalian ?’ Ada seseorang laki-laki dari mereka mengajukan usul : ‘Wahai Amirul Mukminin, aku pernah melihat orang-orang non-Arab membuat diwan (administrasi) untuk mereka. Karena itu, buatlah diwan (administrasi) Negara untuk kita’.

Inilah sejarah administrasi (diwan) pertama seklai dalam Islam, semasa Khulafaur Rasyidin Umar Ibnu Khaththab r.a. Tapi tunggu dulu, ada yang hendak kita bahas lebih lanjut terkait ini diwan (administrasi) setelah kita mengetahui asal-usul, seluk-beluk diwan (administrasi) tersebut. Ya, kita bisa ambil kesimpulan diwan (administrasi) tidak murni asal-usul, seluk-beluknya dari Islam tapi dari dari orang-orang non-Arab bisa saja dalam keterangan ini adalah orang-orang Persia (Ajam) bisa pula dari Romawi (Eropa kini). Karena memang sebelum Islam itu besar tumbuh berkembang dimula pada zaman Rasulullah sampai pada masa Khulafaur Rasyidin dan diteruskan pada masa Islam zaman Bani Umayyah dan Abbasiah Islam sudah diapit dua kekuasaan besar yakni Persia dan Romawi dan ini tak dapat kita pungkiri dan kita bohongi meskipun Islam itu sudah ada sejak 1442 H (hingga 2021), namun tahun ini relative baru jika berkaca ke belakang dengan sejarah bangsa-bangsa terdahulu.

Terus selanjutnya kita bertanya ? Bid’ah-kah ? Haram-Kah ? atau apakah ? tidak baik-kah ? dan lain-lain seterusnya terhadap penghukuman yang bukan asal-usul, seluk-beluknya dari Islam ? Tunggu dulu, jangan cepat menghukumi sesuatu yang baik tapi bukan dari Islam. Islam tentu bukan agama yang sempit, kusut, muram dan kusam, namun Islam merupakan agama nan Ranggi. Mari kita simak pula Hadist Nabi Muhammad Rasulullah Saw besabda : “Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang beriman. Di mana saja ia menemukannya maka ambillah”. (HR. Tirmidzi). Hadist ini menarik benang merah serta memberikan pemahaman jika sesuatu yang baik, bukan dari Islam tapi kita temukan itulah milik Islam, bukan lantas kita menghukuminya tak boleh, banyak lagi contoh kasus cerita seperti diwan (administrasi) ini bukan dari Islam namun baik, maka itu milik orang Islam, contoh lainnya seperti kubah masjid yang ditemukan orang Persia dan juga dinar dan dirham, dinar miliknya orang Persia dan dirham Miliknya orang Romawi.

Wallahualam Bissawab