Ada beberapa
istilah merujuk pada administrasi seperti kata Yudabbiru. KataYudabbiru terdapat dalam Al-Quran, beberapa kali kata Yudabbiru dinukilkan, salah satunya
dalam Qs Yunus (10) Ayat 3.
“Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur (Yudabbiru) segala
urusan……….” Qs Yunus (10) Ayat 3.
Kata Yudabbiru
merupakan deviasi dari kata dabbara
(mengatur). Namun Yudabbiru diartikan
secara luas adalah mengarahkan, mengelola, melaksanakan, menjalankan, mengatur
atau mengurusi. Namun kata ini (Yudabbiru) serasa
lebih tepat disematkan pada istilah Piagam Madinah konstitusi (aturan) awal
bernegara di Madinah pada massa Rasulullah Saw mengatur tatanan kehidupan kala
itu, sedangkan untuk administrasi yang berkaitan catat mencatat, tulis menulis
agaknya masih kurang tepat.
Lantas kapan
? administrasi benar-benar dikenal dan langsung dipraktekkan secara teknis oleh
Islam ? Yapzh, pada zaman Khulafaur Rasyidin Umar Ibnu Khaththab r.a. Istilah administrasi
pada waktu itu dikenal dengan DIWAN. Ada dua versi terkait kata diwan. Pertama : suatu hari Raja Kisra mengecek sekretaris Negara (sekretaris
: kegiatan yang melekat dekat dengan administrasi) namun mereka menulis sambil
berdiri, lalu Raja berkata “Diwanuh ayyi
majjanin” (tempat duduknya gratis). Keren betul kata Raja ini terhadap
sekretarisnya, langsung menyentuh dasar administrasi “kursi dan meja”
sebagimana lanjutnya kegiatan ini disebut dengan birokrasi “bureau”
dalam bahas Prancis yang berarti “meja kursi kantor”. Kedua : kata diwan dalam bahasa Persia yakni nama untuk setan. Sekretaris negaranya
dipanggil dengan nama ini (diwan)
karena kejelian mereka dalam menangani berbagai urusan, bak jeli dan hebatnya
setan dalam menjalankan tugasnya menggoda anak adam, begitulah hendaknya
keprofesionalan seorang sekretaris.
Terus ? apa
yang menjadi inspirasi Khulafaur Rasyidin Umar Ibnu Khaththab r.a membuat diwan dalam pemerintahannya ?
sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al Ahkam Al Sulthaniyah Imam Al-Mawardi
menukilkan sebagai berikut :
Para ulama berbeda pendapat faktor yang melatarbelakangi
Umar Ibnu Khaththab r.a membuat diwan (administrasi).
Sekelompok dari mereka berkata, “Faktor yang melatarbelakanginya adalah suatu
hari Abu Hurairah r.a menghadap Umar Ibnu Khaththab r.a dengan membawa sejumlah
uang dari Bahrain. Umar Ibnu Khaththab r.a bertanya kepada Abu Hurairah :
‘Berapa jumlah uang yang engkau bawa ?’ Abu Hurairah menjawab : ‘Aku membawa
500 ribu dirham. ‘Umar Ibnu Khaththab r.a menganggap uang tersebut sangat
banyak kemudian ia berkata : ‘Tahukah engkau berapa perinciannya ?’ Abu
Hurairah berkata : “Ya, 100 ribu dirham sebanyak lima kali’. Umar Ibnu Khaththab
r.a berkata : ‘Apakah uang sebanyak itu bisa terkontrol dengan baik ?’ Abu
Hurairah berkata : ‘Aku tidak tahu’. Umar Ibnu Khaththab r.a kemudian naik
mimbar. Setelah memuji kepada Allah dan menyanjung-Nya, ia berkata : ‘Wahai
manusia, sungguh telah datang kepada kita uang dalam jumlah yang banyak. Jika
kalian mau, kami akan takar uang itu untuk kalian dan jika kalian mau, kami
akan hitung uang itu untuk kalian ?’ Ada seseorang laki-laki dari mereka
mengajukan usul : ‘Wahai Amirul Mukminin, aku pernah melihat orang-orang
non-Arab membuat diwan (administrasi)
untuk mereka. Karena itu, buatlah diwan (administrasi)
Negara untuk kita’.
Inilah sejarah administrasi (diwan) pertama seklai dalam Islam,
semasa Khulafaur
Rasyidin Umar Ibnu Khaththab r.a. Tapi tunggu dulu, ada yang hendak kita bahas
lebih lanjut terkait ini diwan (administrasi)
setelah kita mengetahui asal-usul, seluk-beluk diwan (administrasi) tersebut. Ya, kita bisa ambil kesimpulan diwan (administrasi) tidak murni asal-usul,
seluk-beluknya dari Islam tapi dari dari orang-orang non-Arab bisa saja dalam
keterangan ini adalah orang-orang Persia (Ajam) bisa pula dari Romawi (Eropa
kini). Karena memang sebelum Islam itu besar tumbuh berkembang dimula pada
zaman Rasulullah sampai pada masa Khulafaur Rasyidin dan diteruskan pada masa
Islam zaman Bani Umayyah dan Abbasiah Islam sudah diapit dua kekuasaan besar
yakni Persia dan Romawi dan ini tak dapat kita pungkiri dan kita bohongi
meskipun Islam itu sudah ada sejak 1442 H (hingga 2021), namun tahun ini
relative baru jika berkaca ke belakang dengan sejarah bangsa-bangsa terdahulu.
Terus selanjutnya
kita bertanya ? Bid’ah-kah ? Haram-Kah ? atau apakah ? tidak baik-kah ? dan
lain-lain seterusnya terhadap penghukuman yang bukan asal-usul, seluk-beluknya
dari Islam ? Tunggu dulu, jangan cepat menghukumi sesuatu yang baik tapi bukan
dari Islam. Islam tentu bukan agama yang sempit, kusut, muram dan kusam, namun
Islam merupakan agama nan Ranggi. Mari
kita simak pula Hadist Nabi Muhammad Rasulullah Saw besabda : “Hikmah itu
adalah barang yang hilang milik orang beriman. Di mana saja ia menemukannya
maka ambillah”. (HR. Tirmidzi). Hadist ini menarik benang merah serta
memberikan pemahaman jika sesuatu yang baik, bukan dari Islam tapi kita temukan
itulah milik Islam, bukan lantas kita menghukuminya tak boleh, banyak lagi
contoh kasus cerita seperti diwan (administrasi)
ini bukan dari Islam namun baik, maka itu milik orang Islam, contoh lainnya seperti
kubah masjid yang ditemukan orang Persia dan juga dinar dan dirham, dinar
miliknya orang Persia dan dirham Miliknya orang Romawi.
Wallahualam Bissawab
0 comments:
Post a Comment