PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat disuatu daerah tertentu. Bagaimana bentuk dan coraknya, negara selalu merupakan organisasi kekuasaan. Organisasi kekuasaan ini selalu mempunyai tata pemerintahan. Dan tata pemerintahan ini selalu melaksanakan tata tertib atas suatu umat di daerah tertentu.
Negara memiliki beberapa unsur untuk menjadi sebuah negara yang sah secara de facto dan de jure, adapun beberapa unsur itu adalah : 1) Unsur rakyat, rakyat sebagai unsur negara tidaklah sekedar sejumlah orang yang berada di tempat tertentu, melainkan yang paling penting di antara mereka adalah cita-cita untuk bersatu. 2) Unsur daerah, daerha atau terkadang dipakai istilah wilayah adalah merupakan unsur negara dengan syarat bahwa kekuasaan negara yang bersangkutan harus secara efektif diakui di seluruh wilayah negara yang bersangkutan. 3) Unsur pemerintahan yang berdaulat, unsur pemerintah ini biasanya dirumuskan berdaulat keluar dan kedalam. Berdaulat ke luar artinya mempunyai kedudukan yang sederajat dengan negara-
negara lain. Berdaulat ke dalam artinya merupakan pemerintah/penguasa yang berwibawa. 4) Unsur pengakuan oleh negara-negara lain, ada dua macam bentuk pengakuan yakni pengakuan de facto adalah pengakuan atas fakta adanya negara dan pengakuan de jure adalah pengakuan atas sahnya suatu negara berdasarkan pertimbangan yuridis menurut hukum.
Unsur-unsur dari negara itu, harus diatur oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah negara. Agar negara dapat berjalan secara teratur dan dapat mewujudkan cita-citanya sebagai sebuah negara. Pengaturan itu harus bersifat sah dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya, agar rakyat dapat teratur hidup aman, tentram serta dapat menegakkan hukum secara adil. Hal inilah yang dapat diwujudkan dalam bentuk kekuasaan ataupun pemerintahan.
Kekuasaan dapat terbentuk dan diraih secara sah (konstitusional) dalam bentuk pemilihan umum, perwakilan keturunan atau secara tidak sah (inkonstitusional) dalam bentuk kudeta, perang atau pegulingan kekuasaan secara konspirasi. Perebutan kekuasaan ini harus lah menggunakan politik, adapun pengertian politk menurut Kartino Kartono secara kelembagaan adalah ilmu penegtahuan mengenai kekuasaan. Politik juga dapat diartikan sebagai alat untuk merebut kekuasaan baik secara sah maupun tidak sah dan juga sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan tersebut.
Menurut Max Weber kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemaun-kemaunya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan dalam artian ini adalah pemaksaan kehendak dari orang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan serta upaya dalam mempertahankan kekuasaan yang telah diraih, sebagaimana pemerintahan orde baru yang meraih kekuasaan dan mempertahankannya sehingga membentuk pemerintahan tirani di Indonesia, dan kekuasaan itu pada akhirnya digulingkan oleh gerakan reformasi, hal ini mengindikasikan adanya kekuasaan yang menyimpang dari teori sebenarnya.
Kekuasaan senantisa ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja, mapun yang sudah besar atau rumit susunannya. Akan tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Justru karena pembagian yang tidak rata tadi timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Jadi kekuasaan kekuasaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang. Sehingga dengan demikian dapat merupakan suatu konsep kuantitatif, karena dapat dihitung hasilnya.
Misalnya berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak uang dan barang yang dimilikinya.
Kekuasaan ini bermula dari keinginan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai organisasi kemasyarakatan, lalu mereka bersedia bila ada seseorang atau sekelompok orang yang akan melaksanakan kewibawaan memelihara mereka, yang lebih lanjut disebut pemimpin pemerintah. Pemimpin pemerintahan tersebut sudah barang tentu tidak dapat begitu saja berasal dari luar, sehingga dengan sendirinya lahirlah pemimpin dari kalangan mereka sendiri atau salah satu di antara mereka (ulil amri minkum), yaitu mereka yang dapat mengusai masyarakat lainya, mempunyai kekuatan, memiliki wibawa yang melebihi pihak lainnya, inilah kekuasaan.
Kekuasaan dalam sebuah negara dijalankan oleh pemimpin, pemimpin menurut Inu Kencana Syafiie adalah pemimpin (dalam bahasa Inggris “Leader”) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam sebuah negara pemimpin bisa berupa Raja, Presiden, Ratu atau sebutan lainnya, dalam melaksanakan kepememimpin pemimpin memiliki kekuasaan ataupun kewenangan dalam menjalankan kekuasannya. Kekuasaan inilah yang digunakan oleh pemimpin untuk memaksa orang yang dipimpinya membayar pajak, memenjarkan orang sampai menaati perturan-peraturan.
Pemimpin dalam menjalakan kekuasannya pada sebuah negara harus memiliki keabsahaan (legitimasi). Legitimasi adalah kesesuain suatu tindakan perbutan dengan hukum yang berlaku, atau pertauran yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat, maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara syah. Jadi hendaknya kekuasaan itu harus diperoleh secara sah, agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan, serta tidak menjalankan kekuasaan itu dengan sewenang-wenang, karena telah ada aturan yang mengatur berjalannya kekuasaan tersebut.
Jadi dalam legitimasi kekuasaan, bila seseorang pemimpin menduduki jabatan dan memiliki kekuasaan secara legitimasi (legitimate power) adalah bila yang bersangkutan megalami pengangankatan, sehingga demikian yang bersangkutan dianggap absah memangku jabatannya dan menjalankan kekuasaannya.
Ada beberapa cara yang perlu diketahui mengapa seseorang atau sekelompok orang memiliki kekuasaan ; 1) Legitimate Power adalah perolehan kekuasaan melalui pengangkatan. 2) Coersive Power adalah perolehan kekuasaan melalui kekerasan, bahkan mungkin bersifat perbuatan atau perampasan bersenjata, yang sudah barang tentu di luar jalur konstitusional. 3) Expert Power adalah perolehan kekuasaan melalui keahlian seseorang
Kekuasaan dibeberbagai negara ada yang di raih secara sah (konstitusional) dan ada pula diraih secara tidak sah (inkonstitusioanal) dan apabila kekuasaan itu telah diraih pemimpin seringkali tidak sesuai melaksanakan kekuasaan itu dengan peraturan atupun hukum yang berlaku disuatu negara tersebut, sehingga kekuasaan yang diperoleh dipergunakan secara kesewenang-wenangan, memperkaya diri sendiri, memperkaya kelompoknya ataupun golongannya, bahkan kekuasaan itu dipergunakan untuk mempertahankan kekuasaannya.
Kekuasaan yang disalah gunakan oleh pemimpin memiliki banyak faktor, mulai dari faktor keserakahan hawa nafsu, menjadi pemerintahan boneka dari orang tertentu sehingga tidak mengakomodir kepentingan rakyat, adapula karena memetingkan kepentingan kelompoknya, partai dan lain-lain. Sehingga kekuasaan yang tadinya untuk mencapai kepentingan rakyat dan untuk mencapai cita-cita negara tidak dapat diwujudkan.
Penyalahgunaan kekuasaan dan kecendrungannya yang semakin buruk jika kehendak khusus bertentangna dengan kehendak umum, pemerintah terus menerus mendesak dirinya untuk melawan penguasa. Semakin besar desakan, semakin banyak pula perubahan terhadap konstitusi, dan ada juga dua jalan yang membuat pemerintah menjadi buruk, yakni pada saat dia melakukan penyusutan atau pada saat negara mengalami perpecahan.
Kekuasaan juga dapat tidak berjalan secara optimal dikarenakan oleh pembagian kekuasaan yang tumpang tindih, tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh para ahli seperti teori pembagian kekuasaan menurut Gabrial Almond yakni rule makin function, rule application function dan rule adjudicatio functio. Kekuasaan yang dijalankan tidak sesuai dengan fungsnya akan bisa mengakibatkan pada penyalahgunaan kekuasaan.
Penerapan sistem pemerintahan yang salah pada suatu negara juga dapat menimbulkan ketimpangan kekuasaan, seperti sebuah negara yang tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial tetapi negara itu menerapkannya, ataupun bentuk-bentuk sistem pemerintahannya, sehingga banyak negara dibelahan dunia sedang mencari jati diri sistem pemerintahannya, yang terkadang harus dibayar mahal dengan ketegangan-ketengan konflik politik.
Pemerintah yang melakukan kontraksi ketika dia beralih dari yang banyak kepada yang sedikit juga merupakan penyimpangan terhadap kekuasaan itu sendiri, seperti dari demokrasi menuju aristokrasi, dan dari aristokrasi menuju monarki, meskipun ini merupakan kecendrungan dari sifat alaminya sebuah kekuasaan.
B. Masalah atau Topik Bahasan
“Bagaimakah teori kekuasaan dapat diimplementasikan secara baik dan benar”
C. Tujuan Penulisan Makalah
“Untuk mengetahui teori kekuasaan dapat diimplementasikan secara baik dan benar, serta hambatan dalam pengimplementasinnya”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Teori Kekuasaan
Mula-mula kelompok kelompok manusia itu hidup dari perburuan dan karena itu mereka selalu berpindah-pindah tempat. Karena perkembangan peradaban, mereka mulai hidup menetap pada suatu tempat tertentu. Untuk mempertahankan hak hidup mereka pada tempat tinggal tertentu yang mereka anggap baik untuk sumber penghidupan bagi kelompoknya, diperlukan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang yang ditugaskan untuk mengatur dan memimpin kelompoknya. Kepada pemimpin kelompok diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan anggota-anggota kelompok diharuskanpula menaati peraturan dan perintah pemimpinnya, maka timbullah dalam kelompok itu suatu kekuasaan “pemerintahan” yang amat sederhana.
Sejarah timbulnya kekuasaan ini dikarenakan ingin tercapainya suatu rasa aman bagi sekelompok orang pada awalnya, kekuasaan tidak dapat dipisah dari yang namanya negara atau organisasi serta sangat erat kaitannya dengan politik. Sebab ketiga unsur itu negara, politk, dan kekuasan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Kekuasaan itu dapat dijalankan pada suatu negara atau organisasi, sedangkan poltik merupakan cara ataupun alat untuk mencapai kekuasaan tersebut dan dalam rangka mempertahankan kekuasaan itu sendiri.
Pengertian “politik” berasal dari kosa kata “politics” yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau “negara” yang menyangkut proses penentu tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan, untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, diperlukan suatu kekuasaan.
Dengan kekuasaan maka semua aturan dapat ditegakkan, dengan kekuasaan pula tujuan-tujuan bersama dapat dicapai serta dalam sekala yang luas dapat mewujudkan cita-cita negara. Pada awalnya kekuasaan diperuntukkan untuk kebermamfaatan masyarakat banyak, bukan untuk mencapai tujuan pribadi ataupun golongan. Maka dari pada itu dalam menjalan kekuasaan harus mendapatkan legitimasi baik defacto maupun dejure, dan dalam menjalankan kekuasaan itu juga harus taat pada aturan-aturan yang berlaku serta juga berlandaskan etika, norma dan nilai-nilai agar nantinya kekuasaan yang dijalankan dapat berjalan secara optimal, serta mengurangi kecendrungan dari penyalahgunaan kekuasaan.
B. Pandangan Umum Terhadap Kekuasaan
Perwujudan kekuasaan dalam sebuah negara atau kelompok berupa pemerintahan, dan dengan pemerintahan inilah ada seorang atau sekelompok orang yang menjadi pemimpin dan selanjutnya yang kemudian dapat menjalankan kekuasaannya dengan menegakakan peraturan.
Menurut pandangan Ikhwanul Muslimin Islam yang hanif ini mengahruskan pemerintahannya tegak di atas kaidah sistem sosial yang telah digariskan oleh Allah untuk umat manusia. Ia tidak menghendaki terjadinya kekacaun dan tidak membiarkan umat Islam hidup tanpa pemimpin . Hal ini sejalan dengan Hadist Rasulullah saw. yang artinya “Jika engkau berada di sebuah negeri yang tidak ada pemimpin di dalamnya, maka tinggalkan negeri itu”. Selanjutnya juga imam Hasan Al-Banna tidah memisahkan antara poltik dengan agama.
Kekuasaan dalam Islam menurut pandangan Hasan Al-Banna ini sangat menggabarkan fungsi dari kekuasaan yang paling mendasar yakni kaidah sosial. Kaidah sosial ini sangat erat kaitannya dengan etika, nilai-nilai, norma-norma serta kehidupan sosial yang menjamin keberlangsungan interaksi yang terdapat dalam suatu daerah. Dengan begitu maka kekuasaan jelas diperuntukan untuk kepentingan bersama, Hasan Al-Banna juga mengakui betapa pentingnya kekuasaan yang diwujudkan dalam bentuk pemimpin sebagaimana beliau mengutuip hadist Rasul di atas.
Bentuk Ideal dari sebuah kekuasaan itu memang pada dasarnya adalah untuk mencapai cita-cita bersama, akan tetpai pada kenyataanya kita dapat menyaksikan betapa buruknya kekuasaan itu dijalankan, kekuasaan hanya diperuntukkan mengeruk kekayaan negara untuk kepentingan pribadi, kelompok dan partai. Jelas hal ini sangat melanggar kaidah dari cita-cita dan semangat awal kekuasaan itu bermula dan banyak pendapat para ahli juga yang mengatakan ini adalah penyalahgunaan kekuasaan.
C. Sumber Kekuasaan
Sebelum memahami teori/konsep kekuasaan yang ideal menurut para ahli, hendaknya kita juga perlu untuk mengetahui sumber-sumber kekuasaan. Menurut JRP French dan Bertram Raven, sebagaimana yang dikutip Drs, Inu Kencana Syafiie, M. Si dalam bukunya ilmu pemerintahan. Ada beberapa cara yang perlu diketahui, mengapa seseorang atau sekelompok orang memiliki kekuasaan yakni sebagai berikut :
1. Legimate Power
Legimate berarti pengangkatan, jadi legimate power adalah perolehan kekuasaan melalui pengangkatan. Sebagai contoh menurut Undang-undang Nomor 05 Tahun 1974 tentang Poko-pokok Pemerintahan di Daerah, Kepala Wilayah tidak dipilih tetapi diangkat, kecuali kepala wilayah dalam jabatan Bupati dan Gubernur yang masing-masing merangkap sebagai Kepala Daerah Tingkat II dan I, dan masing-masing dipilih oleh DPRD Tingkat II dan I. Jadi bagaimanapun lemahnya pribadi Camat, apabila Surat Keputusan (SK) telah diterbitkan untuk pengangkatan dirinya maka yang bersangkutan memiliki kekuasaan di wilayah kecamatannya.
2. Coersive Power
Coersive berarti kekerasan, jadi coersive power adalah perolehan melalui cara kekerasan, bahkan mungkin bersifat perebutan atau perampasan bersenjata, yang sudah barang tentu di luar jalur konstitusional. Hal ini lazim disebut dengan istilah kudeta (coup d’eta)
Karena cara ini inkonstitusional, maka banyak kemungkinan setelah perebutan kekuasaan, sebagian besar peraturan perundang-undangan negara akan berubah, dan karena perubahan tersebut dilakukan secara mendadak, maka disebut juga dengan istilah revolusi.
3. Expert Power
Expert berarti keahlian, jadi expert power adalah perolehan kekuasaan melalui keahlian seseorang, maksudnya pihak yang mengambil kekuasaan memang memiliki kekuasaan seperti ini berlaku di negara demokrasi karena sistem personalianya dalam memilih karyawan memakai merit sitem.
4. Reward Power
Reward berarti pemberian, jadi reward adalah perolehan kekuasaan melalui suatu pemberian atau karena berbagai pemberian. Sebagai contoh perhatikan bagaimana orang-orang kaya dapat memerintah orang-orang miskin untuk bekerja dengan patuh.
5. Reverent Power
Reverent berarti daya tarik, jadi reverent power adalah perolehan kekuasaan melaluidaya tarik seseorang. Walaupun daya tarik tidak menjadi faktor utama mengapa seseorang ditentukan menjadi kepala kemudian menguasai keadaan, namun daya tarik seperti postur tubuh, wajah yang rupawan dan penampilan serta pakain yang parlente dapat menentukan dalam mengambil perhatian orang lain, dalam usaha menjadi kepala.
D. Teori/Konsep Kekuasaan yang Ideal menurut Para Ahli
Teori kekuasaan yang ideal diperuntukan agar nantinya dalam menjalankan kekuasaan dapat berjalan secara optimal, benar dan kekuasaan itu tidak disalahgunakan seperti yang terjadi di negara perancis yang terjadi revolusi besar kekuasaan karena tidak adanya konsep teori kekuasaan yang benar sebagai pandangan. Berikut beberapa pendapat para ahli tentang teori kekuasaan.
Teori kekuasaan tentang membagi atau memisahkan kekuasaan, walaupun pada prinsipnya tidak pernah secara keseluruhan diikuti oleh para birokrat.Pendapat-pendapat tersebut dapat digolongkan serta diberi istilah sebagai berikut :
1. Eka Prja
Eka praja adalah pabila kekuasaan dipegang oleh suatu badan. Bentuk ini sudah tentu dikator (authokrasi) karena tidak ada balance (tandingan) dalam era pemerintahannya, Jadi ada hanya pihak eksekutif saja, dan bisa muncul pada suatu kerajaan absolut atau pemerintahan facisme.
2. Dwi Praja
Dwi Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh dua badan. Bentuk ini oleh Frank J. Goodnov dikategorikan sebagai lembaga administratif (unsur penyelenggara pemerintah) dan lembaga politik (unsur pengatur undang-undang)
3. Tri Praja
Tri Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh tiga badan. Bentuk ini banyak diusulkan oleh banyak pakar yang menginginkan demokrasi murni, yaitu dengan pemisahan atas lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tokohnya Montesquieu dan jojn locke serta yang agak identik Gabrial Almond.
4. Catur Praja
Catur Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh empat badan. Bentuk ini baik apabila benar-benar dijlankan dengan konsekuen, bila tidak akan tampak kemubaziran. Van Vollenhoven pernah mengategorikan bentuk ini menjadi regeling, bestuur, politie dan rechtsspraak.
5. Panca Praja
Panca Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh lima badan. Bentuk ini sekarang dianut oleh Indonesia karena walaupun dalam hitungan tampak enam badan yaitu konsultatif, eksekutif, legislatif, yudikatif, inspektif, konsultatif dan eksekutif, namun dalam kenyataannya konsultatif (MPR) anggota-anggotanya terdiri dari anggota legislatif bahkan ketuanya sampai saat ini dipegang oleh satu orang.
E. Bentuk Kemunduran/Penyalahgunaan Kekuasaan
Penyalahgunaan kekuasaan dapat diindentifikasi dan kecendrungan-kecendrungannya yang semakin memburu, sebagaimana yang telah disebut oleh Jean Jacques Rousseau dalam bukunya perjanjian sosial. Akan tetapi sebelum membahsa penyalahgunaan kekuasaan atau kemundurun kekuasaan ada baiknya untuk mengetahui tanda-tanda pemerintahan yang baik menurut Jean Jacques Rousseau, agar nantinya kita dapat menganilisa kekuasaan yang ada disuatu negara baik atau buruknya minimal melalui teori kekuasaan Jean Jacques Rouseeau ini, yang memberikan beberapa indikator.
Dengan tanda apa kita bisa mengetahui bahwa masyarakat diperintah secara baik atau secara tidak sehat, ada beberapa kata kunci yang disanpaikan Jean Jacques Rousseau dalam melihat tanda-tanda pemerintahan yang terbaik, yakni pemerintah yang berjalan tanpa bantuan dari luar, tanpa naturalisasi atau koloni serta warga negaranya berkembang dan dan menjadi beraneka ragam. Sebaliknya pemerintah yang masyarakatnya menyusut dan berkurang adalahpemerintah yang paling buruk.
Pemerintah yang baik menurut pandangan Jean Jacques Rousseau dapat disimpulkan adalah pemerintahan yang mandiri akan tetapi tidak membuat warga negaranya tidak berkembang, malah sebaliknya dengan kemandirian itu diharapkan warga negaranya dapat lebih banyakmenciptakan alat-alat dan teknologi mandiri, arti yang lebih jauh ingin disampaikan oleh Jean Jacques Rousseau adalah menjadi sebuah negara produsen sendiri, pemekai sendiri bukan menjadi negara konsumen. Kalo hendak kita kaitkan ini dengan Nasionalisme bangsa pada daasarnya Jean Jacques Rousseau lah nasionalis sejati.
Menilai dari pemerintah yang buruk menurut Jean Jacques Rousseau adalah kondisi dari sebuah negara yang masyarakatnya berkurang, ini dapat kita maknai dengan ketidak percayaan dari warga negara kepada pemilik kekuasaan, hal tersebut bisa dikarenakan oleh ketidak amanan sebuah negara, baik dalam kondisi perang, ekonomi dan politik, seperti yang terjadi di negara-negara timur tengah sekarang, Syuriah, Lebanon dan lian-lain. Warga negaranya menyusut atau berkurang dikarenakan keadaan perang, dan banyak warga negarnya yang mencari perlindungan kepada negara lain, inilah yang dikatakan pemerintah paling buruk menurut Jean Jacques Rousseau.
Jika hendak kita maknai lagi secara ekstrim, pemerintah terburuk itu bisa kita maknai dengan menyusut atau berkurangnya warga negara dikarenakan sulitnya warga negara itu mencari kehidupan yang layak di negaranya sendiri, mereka lebih banyak menjadi pekerja di luar negeri ketimbang dalam negeri, serta pemerintah gagal dalam menciptakan rasa cinta terhadap negaranya sendiri.
Penyalahgunaan kekuasaan menurut Jean Jacques Rousseau atau kecendrungannya yang semakin memburuk dapat kita lihat dari apabila kehendak khusus (dalam sistem pemerintahan raja, yang dimaksud kehendak khusus adalah raja) selalu bertentangan dengan kehendak umum (rakyat). Pemerintah (pembatu raja-raja yang mengakomodir kepentingan rakyat) terus-menerus mendesak dirinya untuk melawan penguasanya. Semakin besar desakan, semakin banyak pula perubahan terhadap konstitusi, dan jika tidak ada kehendak korporasi yang menciptakan suatu keseimbangan dengan menentang kehendak raja,cepat atau lambat raja pasti menekan penguasa dan melanggar perjanjian sosial.
Ada dua jalan yang membuat pemerintah menjadi menjadi buruk, yakni pada saat dia melakukan penyusutan atau pada saat negara mengalami perpecahan. Inilah yang terjadi ketika Uni Soviet gagal membina kelompok-kelompok kecil negaranya menjadi sebuah kekuataan sehingga, membuat negara ini menjadi terpecah-pecah menjadi banyak negara sekarang. Hendaknya di negara kita Indonesia ini jangan sampai terjadi perpecahan, sebab dasar negara kita jelas, bentuk negara jelas dan sistem pemerintahannya juga jelas. Meskipun banyak terjadi pergolakan-pergolakan kelompok kecil yang ingin merdeka terlepas itu adalah sebuak konspirasi menjadikan negara kita terpecah belah, yang terpenting adalah kita harus menimbang pendapat Jean Jacques Rousseau bahwa perpecahan disebuah negara adalah pemerintah menjadi buruk.
Lebih lanjut Jean Jacques Rousseau mengatakan penyalahgunaan kekuasaan ‘pemerintah’ akan adanya pergeseran seperti demokrasi menuju aristokrasi, dari aristokrasi menuju monarki, dan monarki turun derjat menjadi tirani. sebagaimana penjelasan gambar di bawah ini :
Pergeseran Kekuasaan
Perubahan
Tipe Ideal Tipe Tidak Ideal
Demokrasi Aritokrasi Monarki Tirani
Sumber : Jean Jacques Rousseau
1. Demokrasi
Demokrasi yaitu penguasa oleh rakyat banyak.
2. Aristokrasi
Aristokrasi yaitu penguasaan oleh sekelompok orang secara buruk.
3. Monakarki
Monarki yaitu penguasaan oleh satu orang.
4. Tirani
Tirani yaitu penguasaan oleh satu orang secara buruk.
BAB III
PENUTUP
Kekuasaan sangat erat kaitannya dengan negara sebagai tempat perwujudan dari sebuah kekuasaan, selain itu kekuasaan juga tidak dapat dispisah dengan poltik sebab poltik dari banyak ahli mengatakan sebagai sebuah alat untuk merebut, menjalankan serta mempertahankan kekuasaan itu sendiri. Selanjutnya kekuasaan juga tidak bisa dipisahkan dengan pemimpin, karena orang tau sekelompok orang itulah yang menjalankan kekuasaan disebusah negara ataupun disuatu organisasi, perwujudan kekuasaan juga diimplementasikan kedalam bentuk pemerintahan.
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemaun-kemaunya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Pada dasarnya kekuasaan diperuntukan untuk melindungi masayarakat yang dipimpinnya, serta kekuasaan itu untuk mencapai tujuan bersama serta cita-cita bernegara.
Dengan kemulian tujuan kekuasaan itu maka hendaknya kekuasaan jangan sampai disalahgunakan, sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri, kelompok serta partai tertentu, serta hendaknya dalam menjalankan kekuasaan yang telah diraih memiliki legitimasi agar benar-benar memilki kedudukan yang sah secara hukum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al-Banna, Hasan, 2012, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Solo, Era Intermedia.
Cansil, CST. Christine, 2003. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta, PT. Bumi Aksara.
Kartono, Kartini, 1996. Pendidikan Politik, Bandung, Mandar Maju, Bandung.
M.S, Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma.
Rousseau, Jean Jacques, 2007. Du Contarct Social (Perjanjian Sosial),Jakarta, Visimedia.
Sabon, Max Boli, 1992. Ilmu Negara, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Syafiie, Inu kencana, 2007. Ilmu Pemerintahan, Bandung, Mandar Maju.
Syafiie, Inu Kencana, 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung, PT. Refika Aditama.
Syafiie, Inu Kencana, 2000. Alquran dan Ilmu Administrasi, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
0 comments:
Post a Comment