Home » » MEMBUMI-KAN BUDAYA MELAYU

MEMBUMI-KAN BUDAYA MELAYU



MEMBUMI-KAN BUDAYA MELAYU
Oleh :
Alsar Andri

Budaya, satu kata yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah negara terlebih untuk Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena semua aspek dalam kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai wujud dari kebudayaan, misalnya gagasan atau pikiran manusia, aktivitas manusia, atau karya yang dihasilkan manusia. Budaya juga merupakan identitas dan karakter bangsa yang harus dihormati dan dijaga dengan baik oleh para penerus bangsa. Budaya lokal Indonesia beranekaragam sesuai dengan potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara majemuk yang terdiri dari banyak pulau, suku, dan sumber daya lainnya. Pembentukan identitas dan karakter bangsa sebagai sarana  bagi pembentukan pola pikir (mindset) dan  sikap mental, memajukan adab dan kemampuan bangsa, merupakan tugas utama dari pembangunan kebudayaan nasional.
Oleh sebab itu negara juga turut untuk memajukan kebudayaan nasional di tengah peradapan dunia serta menjamin nilai-nilai dari kebudayaan tersebut, dan juga ikut memelihara kebudayaan naisonal. Hal ini termaktup dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 32 Ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
“Pasal 1: Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradapan dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”
“Pasal 2: Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasioanal” 
Istilah Melayu rupanya cukup banyak ragamnya. Seorang cendikiawan Melayu bernama Burhanuddin Elhulaimy mencatat beberapa istilah kata tersebut. Ada pendapat yang mengatakan kata Melayu berasal dari kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti Negeri) seperti dinisbahkan kepada kata Ganggayu yang berarti Negeri Gangga. Kemudian kata Melayu atau melayur dalam bahasa Tamil berarti tanah tinggi atau bukit, di samping kata malay yang berarti hujan. Ini bersesuain dengan Negeri-negeri orang Melayu pada awalnya terletak pada perbukitan seperti dalam sejarah Melayu. Bukit Siguntung Mahameru. Istilah Melayu itu baru dikenal sekitar tahun 644 Masehi, melalui tulisan Cina yang menyebutkan dengan kata Mo-lo-yeu. Jadi, kata Melayu menjadi nama sebuah kerajaan dewasa ini. Melihat sejarah toponomi Riau serta sejarah rentang wilayah Provinsi Riau secara geografisnya, Provinsi Riau mempunyai peluang yang besar untuk menjadikan wilayahnya sebagai pusat kebudayaan Melayu. Apalagi posisi Provinsi Riau saat ini merupakan center of excellece (pusat muatan lokal) untuk wilayah Sumatera. Posisi strategis ini hendaknya juga di dukung oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di Provinsi Riau untuk mewujudkan Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu. Hal ini bisa diwujudkan melalui peran masyarakat selaku pelokon budaya di Provinsi Riau serta juga ikut berpartisiapsi, tentunya ini juga sejalan dengan Visi Riau 2020 : Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia
Tenggara Tahun 2020.
Kebudayaan Melayu itu mempunyai nilai-nilai luhur yang seperti yakni :
Nilai Gotong Royong
Gotong royong telah mendarah daging dalam tubuh mereka. dengan bergotong royong yang ringan sama dijinjing yang berat sama dipikul.
Nilai Taat Pada Hukum (Law Enfeorement)
Orang melayu sangat mementingkan penegakkan hukum untuk keamanan, ketertiban dan kemakmuran masyarakat. Seperti ungkapan Melayu “Biar mati anak dari pada mati adat, mati anak gempar sekampung, mati adat gempar sebangsa”.
Nilai Adil Dan Benar
Masyarakat Melayu sangat concern terhadap nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Dan Nilai Musyawarah dan Mufakat, orang Melayu mengutamakan musyawarah sebagai sendi kehidupan sosial.
Nilai Tradisional Melayu
Pada dasarnya ada 3 (tiga) sistem nilai yang cukup dominan dalam kehidupan orang Melayu di Riau. Ketiganya adalah Islam, adat dan resam (kebiasaan). Dengan demikian tingkah laku orang Melayu di rantau ini dalam berbagai situasi kultural dan keagamaan, akan merujuk atau mempertimbangkan norma-norma Islam, adat dan resam (kebiasaan). Sistem nilai yang 3 (tiga) inilah yang amat besar pengaruhnya dalam pembentukan pandangan hidup sikap dan prilaku mereka. Tata nilai islam dipandang oleh orang Melayu dapat memenuhi kebutuhan hidup di Dunia, serta dapat pula diharapkan untuk menghadapi kematian, menuju kehidupan yang kekal di akhirat. Nilai-nilai ajaran Islam dipandang sempurna tanpa cacat dan tiada diragukan kebenarannya, sebab norma-normanya berasal dari wahyu Allah.
Sistem Nilai Dan Etos Kerja
Nilai-nilai yang diberikan oleh agama Islam dan adat (seperti misalnya dalam masyarakat rantau kuantan, kampar dan rambah) pada prinsipnya mempunyai etos kerja yang positif. Bagaimana seseorang harus menghadapi kepentingan dunia dengan mempergunakan waktu demikian rupa sehingga tidak ada yang terbuang percuma, amat tegas sekali ditetapkan dalam sistem nilai agama Islam. Sejajar dengan itu beberapa daerah pedesaan di Riau yang masih menerima adat sebagai suatu sistem nilai juga memberikan dasar-dasar yang amat kokoh tentang bagaimana seseorang seharusnya mempertimbangkan masa depannya.
Nilai Tradisonal Melayu Dan Pembangunan
Hendaknya pembangunan yang ada di Provinsi Riau senantiasa memperhatikan nilai tradisonal Melayu yakni adat serta kebudayaan yang mengikatnya. Jangan sampai kita yang terlalu mengutamakan penanaman modal sebanyak-banyaknya, telah mengabaikan nilai-nilai adat yang berlaku di berbagai daerah. Sebab, jika ketentuan adat itu diberlakukan maka pembebasan tanah yang diperlukan oleh pemilik modal belum tentu akan berhasil.
Kearifan Sisitem Sosial
Untuk menjaga lalu lintas kehidupan masyarakat adat, maka masalah nikah-kawin dan percerain juga dipandu oleh adat Melayu di Riau. Hukum mengenai syarat dan sahnya nikah kawin merujuk sepenuhnya kepada agama Islam, sebab adat itu harus bersendikan agama (syarak). Ketentuan adat ini jelas mengandung prinsip keadilan, sehingga keharmonisan hubungan sosial tidak samapai rusak oleh peristiwa perceraian. Begitu pentingnya adat untuk mengawal kehidupan masyarakat sehingga orang Melayu sampai mengatakan “biar mati anak jangan sampai mati adat”. Ungkapan ini bermakna, anak atau siapa saja tentunya akan mati, tetapi kematian seseorang itu janganlah memebuat adat tidak berlaku. Sebab kematian adat (hukum) dapat merusak kehidupan. Jadi, janganlah adat hendaknya bergantung pada hidup mati seseorang, tetapi terpeliharalah oleh masyarakat yang memerlukannya.
Kearifan Sistem Budaya
Bahwa sistem budaya masyarakat Melayu di Riau mempunyai muatan yang cukup baik untuk mengelola lingkungan dengan gaya yang harmonis, Dalam sistem budaya orang Melayu di Riau bisa terbaca dengan jelas bagaimana nilai-nilai budaya mereka memberi pedoman dan arah, agar lingkungan dapat terpelihara. semuanya tergandung dalam berbagai aspek budaya mereka, baik secara lisan maupun dalam tindakan perbuatan yang nyata. Perhatikanlah perumpamaan Melayu yang berbunyi “bagaikan aur dengan tebing”. Medan makna perumpamaan itu melukiskan betapa eratnya kesatuan aur dengan tebing. Aur memerlukan tebing untuk tumbuh, tetapi tebing jadi selamat (tidak runtuh) karena ada aur. ini menggambarkan kearifan sistem budaya yang saling memperhatikan satu dengan yang laingya, agar terciptanya hidup yang saling memerlukan dan saling menguntungkan dalam tatanan yang harmonis.
Kearifan Memakai Perkakas Dan Peralatan (Teknologi)
Tetua Melayu memandang alam atau lingkungan hidup, bukan hanya sumber nafkah sebatas hajat hidup kebendaan semata. Tetapi juga amat berguna untuk kenyamanan dan keberlangsungan hidu, maka perkakas dan peralatan (sistem teknologi) puak Melayu di Riau, juga telah dirancang dan digunakan dengan sudut pandang yang mencintai alam. Berbagai perkakas (alat yang dipakai untuk bekerja) hampir dapat dikatakan ramah terhadap lingkungan. Perhatikanlah perkakas pertanian orang melayu di Riau seperti beliung (untuk menebang) kampak (untuk memebelah) lading atau parang (untuk menebas) tajak (untuk besiang) cabak (untuk membalikan lempeng tanah) sabit (untuk memotong rumput) tembilang (untuk menggali) dan berapa lainnya lagi. Semua perkakas ini jika dipakai, tidak ada yang punya potensi untuk merusak lingkungan hidup sampai batas membahayakan.
Nilai-nilai luhur Melayu ini, dapat diwujudkan dari berbagai cara yang telah dikemukan oleh :
Menurut Hasanudin. WS
(Menanamkan Budaya Melayu Sebagai Segi Kehidupan Bangsa)
Ada beberapa faktor dasar memelihara dan mengembangkan kebudayaan, pemeliharaan dan pengembangan budaya, termasuk keinginan untuk memelihara dan mengembangkan kebudayaan melayu, seharusnyalah diletakan pada kerangka proses kebudayaan yang mencakup segi-segi kehidupan bangsa . Pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan tersebut harus diorientasikan kepada upaya menumbuhkan rasa memiliki harga diri dan keinginan untuk dihargai pihak lain. Pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan ditujukan agar pemilik kebudayaan yang dipelihara dan dikembangkan merasa kuat, mampu, kompeten, mandiri dan bebas di mata dunia. Selanjutnya berkeinginan memperoleh reputasi, prestise, dan apresiasi dari luar. Hal itu berujung pada rasa percaya diri, menumbuhkan kebanggaan kultural, patriotisme, menghilangkan rasa rendah diri dari bangsa atau suku bangsa lain.
Menurut Poespowardojo
(Memperhatikan Faktor Manusia Sebagai Individu, Lingkungan, Peralatan dan Komunitas)
Paling tidak ada empat pilar utama atau empat faktor dasar yang harus diperhatikan untuk tujuan memelihara dan mengembangkan kebudayaan, Keempat faktor yang dimaksud itu adalah : 1. Manusia sebagai individual. 2. Lingkungan. 3. Peralatan. 4. Komunitas.
Menurut Husni Tamrin
(Pembangunan Yang Bernilaikan Kebudayaan Melayu)
Upaya mengangkat orang melayu dan budaya melayu ketarap yang lebih terhormat, hendaknya menjadi salah satu sasaran pembangunan di Bumi Lancang Kuning. Dan menjadikan salah satu dasar pembangunan provinsi Riau, di mana pembangunan yang berbasis keislaman dan tetap bercirikan budaya melayu. kegiatan pembangunan di Provinsi Riau hendaknya mengacu kepada suatu pembangunan yang dirancang secara baik dan mampu memberikan pengayoman kepada semua komponen masyarakat dan tetap memelihara serta menumbuh kembangkan budaya melayu yang islami. Artinya pembangunan yang dilaksanakan bernuansa pembangunan yang berbasiskan kerakyatan, dan harus dilakukan oleh pemerintah provinsi Riau bersama-sama masyarakat itu sendiri. Mengapa hal ini harus dilakukan, karena ada statemen yang menyatakan bahwa masyarakat dikawasan ini pada umumnya berbudaya melayu dan melayu itu adalah islam. Serta dapat mewujudkannya dalam bentuk pembangunan lokal diprovinsi riau yang berorientasi kepada nilai-nilai kebudayaan melayu dan berbasiskan kebudayaan Riau.
Menurut UU Hamidy
(Mengaktifkan Peran Tokoh Adat Dan Peran Ulama)
Mampu menghidupkan kembali pemangku adat dan memberikan peran kepada para ulama untuk memformulasikan kebijakan yang ada di Provinsi Riau, sebab keberhasilan penanaman kebudayaan itu tidak hanya ada pada satu sisi pemangku saja, maka dari itu salah satu dari nilai kebudayaan melayu itu adalah dengan bergotong royong begitu juga dengan perwujudan kebudayaan yang kuat, oleh karena itu semua pihak hendaknya terlibat dalam memlihara dan melestariakn kebudayaan budaya melayu, apalagi tantangan begitu berat ditengah arus globalisasi.
Selain dari pada itu ada hal yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam membangun Provinsi Riau sebagai pusat kebudayaan melayu dan membumikan melayu, yakni yang perlu diperhatikan itu adalah pilar pembangunan kebudayaan. Ada lima pilar pembangunan kebudayaan yang harus dijalankan secara bersama dengan peran aktif serta partisipasi adapun lima pilar pembangunan kebudayaan itu adalah :
Pemerintah, pemerintah sebagai fasilitator dalam terwujudnya pembangunan kebudayaan, khususnya pembangunan kebudayaan Melayu.
Seniman/senimwati yang berdedikasi, dalam memelihara dan mengembangkan kebudayaan yakni mereka yang senantiasa sebagai lokomotif (penggerak) kebudayaan sekaligus pelakon. Dunia swasta yang memberikan donasi, peran aktif dunia swasta juga sangat diharapkan sebagai donatur untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan.
Media, media dituntuk untuk alat publikasi dalam menyebarluaskan kebudayaan kepada masyarakat agar masyarakat mengenal kebudayaannya.
Masyarakat Partisipasi, tanpa adanya keikut sertaan masyarakat dalam mendukung pilar yang disebutkan, maka kebudayaan tidak dapat dikembangkan. Kelima pilar pembangunan di atas haruslah dijalankan secara bersama agar terwujudnya pembangunan kebudayaan secara utuh, untuk itu sinergisitas dan koordinasi antar kelima pilar ini dapat dijalankan dengan baik.


























                                              
Thanks for reading MEMBUMI-KAN BUDAYA MELAYU

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 comments:

Post a Comment