Oleh :
Alsar
Andri
Peminat
Sosial
Kasus hukum Gubernur
Jakarta Nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok begitu menarik perhatian
masyarakat Indonesia. Tidak hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah yang
meyakini jika kesucian Agamanya dinodai oleh Ahok ketika melakukan kampanye
dialogis di Kepulaun Seribu Jakarta dengan membawa-bawa Surat Al-Maidah Ayat 51,
tetapi hari kehari juga menyita perhatian elite politik sekaligus menyeret
mereka kepusaran kasus Ahok. Mantan Presiden Republik Indonesia ke 6 Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) yang dalam persidangan ke 8 Ahok disebut-sebut namanya
melalui transkip penyadapan telepon dengan Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin yang
diduga mempengaruhi sikap keagamaan MUI.
Drama kasus Ahok ini
awalnya saja memang sudah seru yang ditandai aksi protes dalam skala besar
yakni aksi damai bela islam 4 November yang lebih dikenal dengan sebutan 411
dan aksi bela islam 2 Desember yang dikenal dengan 212. Aksi damai ini tidak
kalah serunya, banyak juga menyita perhatian para tokoh agama ulama turut juga
ambil bagian seperti pimpinan Darul Tauhid KH Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym
dan deretan para ulama lainnya. Sampailah pada tahap selanjutnya kasus ini
bergulir dengan aksi saling lapor-melapor seperti Buni Yani dan saksi pelapor
lainnya, tuduh-menuduh sampai pada tingkatan pemakaran yang dituduhkan pada Kivlan
Zen dan kawan-kawan, semua seakan-akan dikaitkan dengan kasus Ahok. Dramatisasi
politik juga serasa kental rasanya, memang kasus Ahok ini bersempena pula pada
helat politik Jakarta serasa kasus ini dipolitisasi sebagaimana dugaan Kapolri
Tito Karnavian ada aktor inteletualnya bukan pada subtansi persoalan yakni
kasus hukum. Namun tangkapan penulis, pesan tersirat yang ingin disampaikan
secara politik hukumnya positifnya adalah siapapun orang berbuat menyangkut
marwah ataupun izzah sebuah kepercayaan yang kudus ia tidak kebal secara hukum
sama dimata hukum sekalipun ia seorang Gubernur dengan bermacam tameng
kekuasaannya, sekali lagi kasus ini murni penistaan agama bukan karena like and
dislike kita terhadap golongan tertentu.
Menyikapi kasus Ahok
ini, yang telah sampai pada tahap persidangan maka yang perlu ditekankan kepada
aparat hukum dan penegak hukum harus lah tegas dalam persoalan ini, jernih dan murni dalam memandangnya,
sangat dikhawatirkan sekali kasus Ahok ini menyerempet ke hal-hal lainnya yang
dapat memicu disitegrasi kebangsaan akibat ulah pengacara Ahok yang seolah-olah
mencerca ulama KH. Ma’aruf Amin selaku Ketua MUI yang dihadirkan sebagai saksi
ahli dalam persidangan Ahok, sehingga memancing kemarahan masyarakat Nahdiyin
karena memang beliau merupakan ulama Nahdhatul Ulama (NU). Jika persoalan Ahok
ini dapat ditindak secara tegas tanpa tedeng alih-alih maka kasus domino
lainnya akan dapat terputus, karna memang kasus Ahok ini ibarat Domino Efek.
Artinya persoalan Ahok ini, ibarat menuntaskan sebatang pohon yang ada dahan
rantingnya, dan dedaunan. Jika ingin menebangnya maka musnahkanlah akarnya,
jangan hanya memangkas dahan rantingnya yang seakan-akan bisa tumbuh kembali.
Jangan sampai kasus
Ahok ini seperti apa yang dikatakan pepatah tetua melayu “Puntuang Padam, Asok Tibo” (Puntung Padam, Asap Timbul).
Pemaknaannya adalah kasus Ahok selesai, jangan sampai kasus-kasus yang lainya
bermunculan. Inilah fenomena yang dirasakan, kasus Ahok sudah hampir mencapai
titik akhir, issuenyapun sudah mulai basi namun menjadi hangat dengan munculnya
kasus-kasus baru seperti penyadapan yang melibatkan SBY sehingga muncul lagi
kerjaan baru. Mendapat perhatian pula dari Chairman
Comunication and Information System Security Research Center (CISSReC)
Pratama Dahlian mengatakan usut dugaan penyadapan polisi semestinya dapat
bertindak lebih cepat dalam pengusutan dugaan penyadapan. Karena penyadapan
bukan delik aduan.
Satu pengibaratan lagi
dari pepatah melayu yang diumpamakan pada buah durian “Kok Busuak Saruang, Angkekkan Saruang” (Kalau Busuk Seruang, Buang
Seruang). Pemaknaannya, jika dalam persoalan ini hanya melibatkan pribadi,
jangan bawa yang lain. Fokus saja pada persoalan hukumnya, jangan sampai
merusak ruang-ruang publik yang lain. Begitu lokal wisdom ataupun kearifan
lokal mengajarkan, mengurai yang kusut, membasuh yang kotor. Semoga dengan
dengan kasus Ahok ini kita dapat mengambil pelajaran untuk kemaslahatan
berbangsa.
0 comments:
Post a Comment